Kenapa Kelas Menengah Jadi Kaum Paling Sengsara?

Kelas menengah jadi kelas paling sengsara

Teras Baca – Kelas menengah, kalau kita ngomongin soal kondisi ekonomi, sering kali disebut sebagai kaum nanggung. Nggak kaya, tapi juga nggak miskin. Kalau mau hidup lebih santai dan menikmati hidup, mereka belum cukup kaya untuk itu.

Tapi kalau butuh bantuan dari pemerintah, mereka juga nggak cukup miskin untuk memenuhi syarat mendapatkan subsidi atau bantuan sosial. Jadi, di tengah-tengah itulah kelas menengah berdiri. Mereka berusaha keras untuk hidup layak, tapi kadang-kadang justru terjebak dalam dilema ekonomi yang membuat hidup jadi serba salah.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2024 mencapai sekitar 280 juta orang, dan mayoritas dari mereka adalah kelas menengah. Kelas ini sering kali berada dalam kondisi abu-abu, di mana mereka merasa terjebak antara kesejahteraan dan kesulitan ekonomi.

Dalam artikel ini, kita akan membahas mengapa kelas menengah sering kali disebut sebagai kaum paling sengsara, meskipun mereka memegang peran besar dalam perekonomian dan stabilitas negara.

Definisi Kelas Menengah

Kelas menengah memiliki definisi yang beragam, tergantung dari mana sudut pandang kita melihatnya. Namun, menurut Bank Dunia, kelas menengah di Indonesia didefinisikan sebagai mereka yang memiliki pengeluaran sekitar Rp2 juta hingga Rp6 juta per bulan.

Artinya, orang-orang yang masuk ke dalam kategori ini cukup untuk bertahan hidup, tapi tidak cukup untuk hidup dalam kemewahan. Mereka masih bisa makan tiga kali sehari, tapi makanan yang mereka konsumsi cenderung sederhana kangkung, tahu, tempe.

Baca juga:  Mengapa Kelas Menengah RI Hidupnya Makin Susah: Ini dia Penyebab dan Buktinya

Dalam hal pendidikan, mereka tidak miskin sehingga tidak mendapat beasiswa dari pemerintah, tapi juga tidak cukup kaya untuk dengan mudah membayar biaya sekolah atau kuliah. Ini menjadikan kelas menengah sebagai kelompok yang sebenarnya sangat penting bagi ekonomi, namun sering kali menjadi kaum yang terjepit di tengah-tengah.

Peran Kelas Menengah dalam Ekonomi

Kelas menengah di Indonesia memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Menurut BPS, kelompok ini menyumbang 66,35% dari total penduduk, dengan konsumsi yang mencapai 81,49% dari total konsumsi nasional.

Ini berarti bahwa mereka menjadi tulang punggung ekonomi, dengan daya beli yang besar dan kestabilan finansial yang relatif. Ketika berbicara soal stabilitas ekonomi negara, kelas menengah adalah kunci. Mereka adalah kelompok yang membeli barang dan jasa setiap hari, dari kebutuhan dasar hingga konsumsi barang-barang sekunder.

Namun, meskipun kontribusi mereka besar, ironisnya kelas menengah sering kali tidak mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapatkan. Mereka tidak cukup miskin untuk mendapat bantuan, tapi juga tidak cukup kaya untuk hidup dengan tenang. Akhirnya, mereka sering kali jadi kelompok yang paling tertekan oleh beban ekonomi.

Middle Income Trap: Jebakan Kelas Menengah

Dalam dunia ekonomi, ada istilah yang disebut Middle Income Trap, yang menggambarkan situasi di mana suatu negara sudah berada pada level pendapatan menengah, namun kesulitan untuk bergerak menuju kategori pendapatan tinggi. Negara-negara yang terjebak dalam middle income trap cenderung stagnan dalam pertumbuhan ekonominya. Mereka tidak lagi miskin, tapi juga tidak kaya.

Baca juga:  Jogja Dinobatkan Sebagai Kota Favorit Wisatawan Indonesia

Indonesia sendiri sudah terjebak dalam jebakan pendapatan menengah ini selama lebih dari 30 tahun. Perekonomian kita hanya tumbuh sekitar 4% per tahun, padahal untuk keluar dari jebakan ini, kita perlu pertumbuhan sekitar 6% per tahun. Akibatnya, kelas menengah di Indonesia menjadi salah satu yang paling terdampak oleh kondisi ini. Mereka bekerja keras, tapi hasilnya tidak sebanding dengan usaha yang mereka keluarkan.

Produktivitas yang rendah dan ketimpangan antar wilayah di Indonesia juga menjadi faktor penghambat utama. Beberapa daerah masih berada di bawah lower middle income, dengan pendapatan per kapita di bawah US$4.200 per tahun. Ini menjadikan kesenjangan antara kelas menengah di perkotaan dan pedesaan semakin lebar.

Beban Pajak dan Kesenjangan Ekonomi

Salah satu masalah terbesar yang dihadapi kelas menengah adalah beban pajak yang mereka tanggung. Di Indonesia, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah Rp54 juta per tahun atau sekitar Rp4,5 juta per bulan. Artinya, jika penghasilan Anda lebih dari jumlah itu, Anda akan dikenakan pajak, meskipun hanya berbeda sedikit dari ambang batas.

Bayangkan jika gaji Anda adalah Rp4,7 juta per bulan, hanya Rp200.000 di atas PTKP. Anda tetap harus membayar pajak, meskipun penghasilan Anda tidak jauh lebih besar dari ambang batas tersebut.

Ini menjadi masalah bagi banyak keluarga kelas menengah, terutama yang memiliki anak yang sedang kuliah. Mereka tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan beasiswa atau keringanan biaya pendidikan karena penghasilan orang tuanya di atas PTKP, meskipun selisihnya hanya sedikit.

Beban pajak ini membuat kelas menengah semakin terjepit, karena mereka harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk pajak, sementara pendapatan mereka tidak bertambah signifikan. Kesenjangan ini memperparah kondisi ekonomi mereka.

Baca juga:  Siapa Demyan Oosterhuis, Calon Pemain Baru Yang Akan Dinaturalisasi Timnas Indonesia

Konsumsi Makanan Tidak Sehat

Kelas menengah sering kali mengandalkan makanan yang lebih murah dan tidak selalu sehat. Makanan seperti gorengan, makanan cepat saji, dan makanan berlemak lainnya menjadi pilihan karena harganya terjangkau. Sayangnya, pola makan seperti ini sering kali berdampak buruk pada kesehatan jangka panjang.

Biaya untuk menjaga kesehatan juga menjadi beban tambahan bagi kelas menengah. Ketika mereka sakit karena pola makan yang tidak sehat, mereka harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk biaya pengobatan. Ini menjadi lingkaran setan yang sulit dihindari. Di satu sisi, mereka mencoba berhemat dengan makan makanan murah, tapi di sisi lain, mereka harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk kesehatan.

Kelas Menengah Jadi Sasaran Penipuan

Masalah lain yang sering kali dihadapi oleh kelas menengah adalah menjadi sasaran penipuan. Karena memiliki daya beli yang lumayan dan mimpi untuk cepat kaya, mereka sering kali menjadi korban investasi bodong atau penipuan lainnya.

Kaum miskin mungkin tertarik dengan janji-janji cepat kaya, tapi mereka tidak punya cukup uang untuk dijadikan sasaran empuk. Sementara itu, kaum kaya sudah cukup mapan dan cenderung lebih berhati-hati dalam mengelola uang mereka.

Korban penipuan dari kalangan kelas menengah biasanya adalah mereka yang merasa penghasilan mereka belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mencari cara cepat untuk menambah kekayaan. Sayangnya, hal ini sering kali dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Baca juga:  Apa Penyebab Inflasi di Indonesia Terus Melonjak? Cari Tahu Disini

Beban Utang yang Membelenggu

Satu hal yang tak bisa dihindari oleh kelas menengah adalah utang. Kenaikan harga kebutuhan hidup dan properti yang semakin tinggi membuat banyak keluarga kelas menengah terpaksa mengambil kredit untuk membeli rumah atau kendaraan.

Skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan tenor 20 hingga 30 tahun menjadi pilihan, meskipun ini berarti mereka terikat utang untuk waktu yang sangat lama.

Bukan hanya rumah, kebutuhan akan kendaraan juga sering kali dipenuhi melalui kredit. Akibatnya, mereka harus menghadapi beban cicilan rumah, kendaraan, dan mungkin juga pinjaman lain seperti pinjaman online (pinjol). Hal ini semakin memperberat beban finansial mereka, karena utang yang menumpuk tidak sebanding dengan pendapatan yang stagnan.

Kesenjangan Antara Pendapatan dan Biaya Hidup

Salah satu masalah terbesar yang dihadapi kelas menengah adalah ketidakseimbangan antara pendapatan yang mereka terima dan biaya hidup yang terus meningkat.

Meskipun pendapatan mereka mungkin cukup untuk bertahan hidup, biaya untuk kebutuhan dasar seperti makanan, transportasi, pendidikan, dan kesehatan terus meningkat. Kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok tidak diimbangi oleh kenaikan pendapatan yang signifikan.

Menurut penelitian, profesi-profesi yang dominan dilakukan oleh kelas menengah, seperti guru dan karyawan, cenderung memiliki penghasilan yang tidak sebanding dengan kenaikan biaya hidup. Akibatnya, mereka harus mencari cara untuk mengatasi kesenjangan ini, sering kali dengan mengambil utang tambahan atau mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan lain, seperti kesehatan atau pendidikan.

Baca juga:  Daya Beli RI Lagi Berdarah-Darah, Pasar Sepi-Penjualan Terus Menurun

Kesimpulan

Kelas menengah di Indonesia berada dalam posisi yang sangat sulit. Mereka memainkan peran besar dalam perekonomian negara, tapi mereka juga menjadi kelompok yang paling tertekan oleh beban ekonomi. Dengan beban pajak yang tinggi, biaya hidup yang terus meningkat, dan utang yang menumpuk, kelas menengah sering kali merasa bahwa mereka tidak bisa menikmati hasil kerja keras mereka.

Meskipun mereka memiliki daya beli yang kuat dan berkontribusi besar terhadap ekonomi, mereka tetap terjebak dalam lingkaran sengsara. Dengan situasi ekonomi yang stagnan dan jebakan middle income trap, kelas menengah Indonesia mungkin akan terus menghadapi kesulitan hingga ada perubahan signifikan dalam kebijakan ekonomi yang mampu memperbaiki kondisi mereka.

Meskipun peran kelas menengah sangat penting, mereka tetap menjadi kaum yang paling sengsara karena terjepit di antara kebutuhan dan kenyataan ekonomi yang ada.

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!